Laman

Jumat, 20 Januari 2012

Empat Strategi Tangkal Perlambatan Ekonomi

Empat Strategi Tangkal Perlambatan Ekonomi

Badai Krisis Eropa dan Amerika serikat (AS) masih menghantui pertumbuhan ekonomi dunia. Namun, Kita Yakin Bahwa dengan suatu strategi yang baik bisa mencegah perlambatan ekonomi melalui kerjasama secara Inklusif dan Berkesinambungan.dan pada saat ini perekonomian Indonesia sedang Mengalami perubahan secara struktural, yang diharapkan dapat menghasilkan kenaikan pendapatan perkapita dan memfasilitasi pertumbuhan Makro Ekonomi serta kebijakan Sektoral termasuk slaah satunya Perdagangan.

Perubahan ini Hendaknya Segera dilakukan Oleh Pemerintah Indonesia untuk mengantisipasi melambatnya pertumbuhan Perekonomian Global, terutama dalam menghadapi Krisis Ekonomi yang melanda Amerika Serikat dan Eropa Barat.

Kunci untuk meningkatkan Perekonomian itu adalah Melalui kerjasam Inklusif dan Berkesinambungan. ada empat Hal utama dalam kerjasama tersebut yang diharapkan dapat terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi dunia secara seimbang, Inklusif dan Berkesinambungan :

1.Memastikaan Kebijakan yang konsisten dan berkesinambungan sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

2. Membuka Kesempatan Kepada para entrepreneur dan Investor untuk terus menghasilkan Inovasi Produk yang bernilai tambah

3.Berinvestasi Pada Sumber Daya Manusia (SDM) dengan terus mengembangkan pengetahuan mereka tentang Perekonomian dalam hal ini yang paling utama adalah Ilmu Ekonomi.

4.Memastikan Bahwa pertumbuhan ekonomi dapat berjalan seimbang dengan tetap melindungi Lingkungan alam sekitar dan membantu mengurangi terjadinya Perubahan Iklim.

dan saya sangat Optimis Ruang Fiskal dari AS dapat Bangkit dari Keterpurukan ekonomi. Optimisme ini didasarkan kepada kekuatan domistik Negara Berkembang dan kebijakan kebijakan yang telah melindungi negara tersebut menghadapi ketidakstabilan ekonomi dunia.




Minggu, 15 Januari 2012

Penguatan Dan Pengembangan Sosial Masyarkat Adat


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
            Konferensi Tingkat Tinggi Pembangunan Sosial yang telah dilaksanakan di Kopenhagen 12 Maret 1995 menyentil kita dengan sebuah kosa kata yang seolah baru: "modal sosial." Jenis modal inilah yang selama ini luput dari pertimbangan penyelenggara pemerintahan yang umumnya terkesima bahkan terhanyut dalam ritus ideologisasi atas apa yang mereka percayai sebagai "pembangunan." Modal sosial tiba-tiba tampil menjadi kata kunci menanggap tiga agenda pokok konferensi: mengurangi kemiskinan, menciptakan angkatan kerja yang produktif, dan meningkatkan integrasi sosial.
            Menanggap diskursus/situasi yang berlangsung, para penyelenggara pemerintahan, baik di negara maju maupun berkembang, umumnya masih bersikukuh menerapkan kebijakan yang berupaya mengendalikan penuh roda ekonomi masyarakat. Ekonomi lantas cenderung dibaca sebagai "ekonomi-politik," tak ubahnya seperti penjabaran di era Adam Smith. Jika pun ada pergeseran pandang masalah kemiskinan, pengangguran dan disintegrasi sosial yang mulai dimengerti sebagai masalah "ekonomi sosial" pemahamannya baru terealisasikan pada tataran kebijakan berciri karikatif, padat karya. Namun ternyata hal ini tidak lagi relevan. Ide pembangunan ekonomi akhirnya luruh dan muncul ide tentang partisipasi masyarakat dan Modal Sosial yang memberikan tawaran baru terhadap dunia akademis dan praktisi yang terbukti memberi kontribusi yang sangat besar terhadap negara.
            Di dalam masyarakat kita, modal sosial ini menjadi suatu alternatif pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Mengingat sebenarnya masyarakat kita sangatlah komunal dan mereka mempunyai banyak sekali nilai-nilai yang sebenarnya sangat mendukung pengembangan dan penguatan modal sosial itu sendiri. Pasalnya modal sosial memberikan pencerahan tentang makna kepercayaan, kebersamaan, toleransi dan partisipasi sebagai pilar penting pembangunan masyarakat sekaligus pilar bagi demokrasi dan good governance (tata pemerintahan yang baik) yang sedang marak dipromosikan.  Tulisan di atas mengingatkan kembali bahwa adalah penting untuk mengkaji ulang tentang apa modal sosial, apa fungsinya dan peluang apa yang dapat kita ambil.

BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Modal Sosial
            Sebagai salah satu elemen yang terkandung dalam masyarakat sipil, modal sosial menunjuk pada nilai dan norma yang dipercayai dan dijalankan oleh sebagian besar anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup individu dan keberlangsungan komunitas masyarakat.  Berikut beberapa definisi tentang modal sosial:
            Pengertian Modal Sosial Menurut Para Ahli :
Robert Putnam (1993) mendefinisikan modal sosial sebagai suatu nilai mutual trust (kepercayaan)  antara anggota masyarakat  dan masyarakat terhadap pemimpinnya. Modal sosial didefinisikan sebagai institusi sosial yang melibatkan jaringan (networks), norma-norma (norms), dan kepercayaan sosial (social trust) yang mendorong pada sebuah kolaborasi sosial (koordinasi dan kooperasi) untuk kepentingan bersama.  Hal ini juga mengandung pengertian bahwa diperlukan adanya suatu  social networks (“networks of civic engagement”) - ikatan/jaringan sosial yang ada dalam masyarakat, dan norma yang mendorong produktivitas komunitas. Bahkan lebih jauh, Putnam melonggarkan pemaknaan asosiasi horisontal,  tidak hanya yang memberi desireable outcome (hasil pendapatan yang diharapkan) melainkan juga undesirable outcome (hasil tambahan).
            Pierre Bourdieu mendefinisikan modal sosial sebagai “sumber daya aktual dan potensial yang dimiliki oleh seseorang berasal dari jaringan sosial yang terlembagakan serta berlangsung terus menerus dalam bentuk pengakuan dan perkenalan timbal balik (atau dengan kata lain: keanggotaan dalam kelompok sosial) yang memberikan kepada anggotanya berbagai bentuk dukungan kolektif”.
Dalam pengertian ini modal sosial menekankan pentingnya transformasi dari hubungan sosial yang sesaat dan rapuh, seperti pertetanggaan, pertemanan, atau kekeluargaan, menjadi hubungan yang bersifat jangka panjang yang diwarnai oleh perasaan kewajiban terhadap orang lain.
Bourdieu (1970) juga menegaskan tentang modal sosial sebagai sesuatu yang berhubungan satu dengan yang lain, baik ekonomi, budaya, maupun bentuk-bentuk social capital (modal sosial) berupa institusi lokal maupun kekayaan Sumber Daya Alamnya.  Pendapatnya menegaskan tentang  modal sosial mengacu pada keuntungan dan kesempatan yang didapatkan seseorang di dalam masyarakat melalui keanggotaannya dalam entitas sosial tertentu (paguyuban, kelompok arisan, asosiasi tertentu).
            James Coleman mendefinisikan modal sosial sebagai “sesuatu yang memiliki dua ciri, yaitu merupakan aspek dari struktur sosial serta memfasilitasi tindakan individu dalam struktur sosial tersebut”. Dalam pengertian ini, bentuk-bentuk modal sosial berupa kewajiban dan harapan, potensi informasi, norma dan sanksi yang efektif, hubungan otoritas, serta organisasi sosial yang bisa digunakan secara tepat dan melahirkan kontrak sosial.
            Sedangkan dari hasil konferensi yang dilakukan oleh Michigan State University, Amerika Serikat, tentang modal sosial dapat didefinisikan pengertian modal sosial sebagai “simpati atau rasa kewajiban yang dimiliki seseorang atau kelompok terhadap orang lain atau kelompok lain yang mungkin bisa menghasilkan potensi keuntungan dan tindakan preferensial, dimana potensi dan preferensial itu tidak bisa muncul dalam hubungan sosial yang bersifat egois”.
            Dari sudut pandang lain, North (1990) dan Olson (1982) menekankan pula lingkungan sosial politik sebagai modal sosial. Faktor lingkungan berpengaruh pada peluang bagi norma untuk mengembangkan dan membentuk struktur sosial. Jika pandangan Putnam dan Coleman hanya menekankan pada asosiasi horisontal dan vertikal, North & Olson menambahkan peran struktur dan hubungan institusional yang lebih formal, seperti pemerintah, rejim politik, hukum, sistem peradilan, serta kebebasan sipil dan politik.
                Berbagai pandangan tentang modal sosial itu bukan sesuatu yang bertentangan. Ada keterkaitan dan saling mengisi sebagai sebuah alat analisa penampakan modal sosial di masyarakat. Modal sosial bisa berwujud sebuah mekanisme yang mampu mengolah potensi menjadi sebuah kekuatan riil guna menunjang pengembangan masyarakat.

2.2. Sejarah dan Bentuk Modal Sosial
                Modal sosial awalnya dipahami sebagai suatu bentuk di mana masyarakat menaruh kepercayaan terhadap komunitas dan individu sebagai bagian didalamnya. Mereka membuat aturan kesepakatan bersama sebagai suatu nilai dalam komunitasnya. Di sini aspirasi masyarakat mulai terakomodasi, komunitas dan jaringan lokal teradaptasi sebagai suatu modal pengembangan komunitas dan pemberdayaan masyarakat. Berikut akan dipaparkan pengalaman-pengalaman modal sosial di empat daerah penelitian;

a.Pengalaman Modal Sosial di Kalimantan Barat
Adanya adat sebagai kesatuan masyarakat hukum adat. Dimana masyarakat adat punya hukum adat yang tertulis dan tidak tertulis maupun kesepakatan adat.Sangsi pada warga adat bagi masyarakat adat yang melanggar sehingga menimbulkan kepatuhan/social orde.r. Ini memperlihatkan adanya perintah dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masyarakat adat. Jika masyarakat adat tidak memenuhi biasanya akan ada sangsi untuk ini. Sangsi ini bisa bersifat ringan atau berat.
b.Pengalaman Modal Sosial di NTT
Adanya kesatuan masyarakat hukum, dimana masyarakat adat punya hukum adat yang tertulis dan tidak tertulis maupun kesepakatan adat. Misalnya; Di NTT misalnya ada pengaturan, ada daerah pengembalaan dan ada mamar. Ada aturan tertentu yang mengatur  Misalnya jika sapi masuk tapi pagar lebih rendah maka ada kesepakatan sapi yang masuk tersebut akan dibunuh dan dibagikan kepada seluruh warga. Di Timor adat menguasai konsep Euis Pah sebagai penguasa alam semesta. Dalam sistem ini ada aturan sendiri yang dilakukan oleh adat dan ada sistem pengambilan keputusan . Misalnya ada sinoman di Bali untuk mewartakan berita atau NTT dengan kaki ringan. Sangsi pada warga adat bagi masyarakat adat yang melanggar. Ini memperlihatkan adanya perintah dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masyarakat adat. Jika masyarakat adat tidak memenuhi biasanya akan ada sangsi untuk ini. Adanya Kemandirian pengelolaan keamanan yang dilakukan secara internal daerah.
c.Pengalaman Modal Sosial di Sumatera Barat
Persoalan gerakan Kembali ke Nagari, perda yang dihasilkan pemda di tingkat propinsi; nagari harus memenuhi syarat jumlah penduduk dan luas wilayah. Untuk detailnya dikembalikan pada pemerintah kabupaten.Adanya beberapa institusi baru yang lahir, sebutan baru untuk lembaga adat yang pernah ada dengan mengadopsi konsep negara modern. Jadi, gerakan kembali ke adat bukan kembali pada adat yang lama. Adanya kesatuan masyarakat hukum adat.
d.Pengalaman Modal Sosial di Sumatera Selatan
Di Sumatera Selatan demokrasi dan modal sosial itu sesungguhnya pernah ada terutama pada masa berlaku sistem marga dengan kepemimpinan pasirah. Budaya ini kemudian hancur seiring dengan diterapkannya UU No.5 Tahun 1979. Kini sebagian praktik demokrasi dan modal sosial masih ada namun dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk kepentingan mereka.

2.3. Komponen Modal Sosial
            Menyimak tentang berbagai pengertian modal sosial yang sudah dikemukakan di atas, kita bisa mendapatkan pengertian modal sosial yang lebih luas yaitu berupa jaringan sosial, atau sekelompok orang yang dihubungkan oleh perasaan simpati dan kewajiban serta oleh norma pertukaran dan civic engagement. Jaringan ini bisa dibentuk karena berasal dari daerah yang sama, kesamaan kepercayaan politik atau agama, hubungan genealogis, dan lain-lain. Akan tetapi yang terpenting adalah bahwa jaringan sosial tersebut diorganisasikan menjadi sebuah institusi yang memberikan perlakuan khusus terhadap mereka yang dibentuk oleh jaringan untuk mendapatkan modal sosial dari jaringan tersebut. Di sini, dalam level mekanismenya modal sosial dapat mengambil bentuk kerjasama. Kerjasama sendiri adalah upaya penyesuaian dan koordinasi tingkah laku yang diperlukan untuk mengatasi konflik ketika tingkah laku seseorang atau kelompok dianggap menjadi hambatan oleh orang atau kelompok lain, sehingga akhirnya tingkah laku mereka menjadi cocok satu sama lain. Perlu ditegaskan bahwa ciri penting modal sosial sebagai sebuah kapital, dibandingkan dengan bentuk kapital lainnya ,adalah asal usulnya yang bersifat sosial, yaitu relasi sosial itu dianggap sinergi atau kompetisi dimana kemenangan seseorang hanya dapat dicap di atas kekalahan orang lain.
Dari hasil penelitian Fisipol UGM, modal sosial juga berfungsi sebagai alat untuk menyelesaikan konflik yang ada di dalam masyarakat, seperti diungkapkan sebelumnya. Ia juga memberikan kontribusi tersendiri bagi terjadinya integrasi sosial. Modal sosial dalam hal ini bisa berfungsi memelihara adanya integrasi sosial sekaligus mengatasi konflik dalam masyarakat.
Disintegrasi sosial terjadi karena potensi konflik sosial yang tidak dikelola  secara efektif dan optimal, sehingga termanifest dengan kekerasa. Sebagai alat untuk mengatasi konflik yang ada di dalam masyarakat dapat dilihat dari adanya hubungan antara individi atau kelompok yang ada di dalam masyarakat yang bisa menghasilkan trust, norma pertukaran serta civic engagement yang berfungsi sebagai perekat sosial yang mampu mencegah adanya kekerasan. Namun demikian perlu dicatat bahwa dalam kehidupan yang positif diperlukan adanya perubahan di dalam masyarakat. Dari modal sosial yang eksklusif dalam suatu kelompok menjadi modal sosial yang inklusif yang merupakan esensi penting dalam sebuah masyarakat yang demokratis.

2.4. Jenis dan Type Modal Sosial
1.  Social Bounding
     Nilai, Kultur, Persepsi dan Tradisi atau adat-istiadat (custom)
Pengertian social bounding adalah, tipe modal sosial denga karakteristik adanya ikatan yang kuat (adanya perekat sosial) dalam sustu sistem kemasyarakatan. Misalnya, kebanyakan anggota keluarga mempunyai hubungan kekerabatan dengan keluaraga yang lain. Yang mungkin masih berada dalam satu etnis. Disini masih berlaku adanya sistem kekerabatan dengan sistem klen. Di banayk daerah Klen masih berlaku. Pengertian Klen disini sangatlah berbeda maknanya dengan leneage (kelompok kerabat unilateral yang masih bisa ditelususri hubungannya saja. Atau suku /stam (kesatuan tertinggi yang mempersatukan kelompok kerabat). Klen merupakan kelompok kerabat tradisional, unilateral dan eksogam. Disebut Eksogam karena perkawinan dalam klan tidak dibenarkan. Unilateral karena garis keturunan diperhitungkan mulai garis patrilineal saja atau matrilineal saja. Tradisional karena klen juga meliputi warga atau kerabat yang tidak bisa lagi ditelusuri hubungannya.
                Hubungan kekerabatan ini bisa menyebabkan adanya rasa empati/kebersamaan. Bisa juga menwujudkan rasa simpati, rasa berkewajiban, rasa percaya, resiprositas, pengakuan timbal balik nilai kebudayaan yg mereka percaya. Rule of law/aturan main merupakan aturan atau kesepakatan bersama dalam masyarakat, bentuk aturan ini bisa formal dengan sanksi yang jelas seperti aturan Undang-Undang. Namun ada juga sangsi non formal yang akan diberikan masyarakat kepada anggota masyarakatnya berupa pengucilan, rasa tidak hormat bahkan dianggap tidak ada dalam suatu lingkungan komunitasnya. Ini menimbulkan ketakutan dari setiap anggota masyarakat yang tidak melaksanakan bagian dari tanggung jawabnya. Hal ini berakibat akan adanya social order/keteraturan dalam masyarakat .
Dalam kehidupan sehari-hari, norma-norma itu tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Yang pelu diingat bahwa modal sosial ada yang memberikan pengaruh yang baik dan ada yang memberikan pengaruh yang kurang baik.
Tradisi atau adat-istiadat (custom) yang juga masih tertanam kuat dalam kehidupan masyarakat desa. Adat-istiadat (custom) merupakan tata kelakuan yang kekal serta memiliki integrasi yang kuat dengan pola-pola perilaku masyarakat, yang mempunyai kekuatan untuk mengikat dengan beban sanksi bagi pelanggarnya. Hal ini kembali berkait pada karakteristik sosio-psikologis masyarakat desa yang masih meyakini suatu kepercayaan tertentu secara homogen.
2.Social Bridging, bisa berupa  Institusi maupun Mekanisme
Social Bridging (jembatan sosial) merupakan suatu ikatan sosial yang timbul sebagai reaksi atas berbagai macam karakteristik kelompokknya. Ia bisa muncul karena adanya berbagai macam kelemahan yang ada disekitarnya sehingga mereka memutuskan untuk membangaun suatu kekuatan dari kelemahan yang ada. Stephen Aldidgre menggambarkannya sebagai “pelumas sosial”, yaitu pelancar dari roda-roda penghambat jalannya modal sosial dalam sebuah komunitas. Wilayah kerjanya lebih luas dari pada social bounding. Dia bisa bekerja lintas kelompok etnis, maupun kelompok kepentingan. Misalnya “Asosasi Masyarakat Adat Indonesa (kelompok ini bisa beranggotakan seluruh masyarakat adat yang ada di Indonesia, baik di Sumatra, Kalimantan sampai dengan Papua) Keanggotaannya lebih luas dan tidak hanya berbasis pada kelompok tertentu.
Social Bridging bisa juga dilihat dengan adanya keterlibatan umum sebagai warga negara (civic engagement), asosiasi, dan jaringan. Tujuannya adalah mengembangkan potensi yang ada dalam masyarakat agar masyarakat mampu menggali dan memaksimalkan kekuatan yang mereka miliki baik SDM (Sumber Daya Manusia) dan SDA (Sumber Daya Alam) dapat dicapai.
Ketercapaiannya melalui interaksi sosial sebagai modal utama. Dengan demikian institusi sosial tetap eksis sebagai tempat artikulasi kepentingan bagi masyarakat. Misalnya dengan adanya lembaga arisan, yang sering dikatagorikan sebagai rotating saving and credit associations. Merupakan asosiasi yang menyediakan fasilitas menabung secara periodik dan menyediakan fasilitas kredit bagi anggota-anggotanya.
                Interaksi yang terjalin bisa berwujud kerjasama atau sinergi antar kelompok, yaitu upaya penyesuaian dan koordinasi tingkah laku yang diperlukan untuk mengatasi konflik ketika tingkah laku seseorang atau kelompok dianggap menjadi hambatan oleh orang atau kelompok lain, sehingga akhirnya tingkah laku mereka menjadi cocok satu sama lain.
                Kapasitas modal sosial termanifestasikan dalam ketiga bentuk modal sosial tersebut (nilai, institusi, dan mekanisme) yang dapat memfasilitasi dan menjadi arena dalam hubungan antar warga dan antar kelompok berasal dari latar belakang berbeda, baik dari sudut etnis, agama, maupun tingkatan sosial ekonomi. Ketidakmampuan untuk membangun nilai, institusi, dan mekanisme bersifat lintas kelompok akan membuat masyarakat yang bersangkutan tidak mampu mengembangkan modal sosial untuk membangun integrasi sosial.
3. Social Linking (hubungan/jaringan sosial)
                Merupakan hubungan sosial yang dikarakteristikkan dengan adanya hubungna di antara beberapa level dari kekuatan sosial maupun status sosial yang ada dalam masyarakat. Misalnya: Hubungan antara elite politik dengan masyrakat umum. (Dalam hal ini elite politik yang dipandang khalayak sebagai public figure/tokoh, dan mempunyai status sosial darai pada masyarakat kebanyakan. Namun mereka sama-sama mempunya lkepentingan untuk mengadakan hubungan. Elite politik membutuhkan massa untuk mendapatkan susra dan mendukungnya. Sementara masyrakat berusaha mendapatkan orang yang dipercaya bisa menjadikan penyalur aspirasi dan merek percaya sebagai wakilnya.
                Pada dasarnya ketiga tipe modal sosial ini dapat bekerja tergantung dari keadaannya. Ia dapat bekerja dalam kelemahan maupun kelebihan dalam suatu masyarakat. Ia dapat digunakan dan dijadikan pendukung sekaligus penghambat dalam  ikatan sosial tergantung bagaiman individu dan masyarakat memaknainya

2.5. Wujud Nyata Dari Modal Sosial
            Modal sosial terkadang merupakan sesuatu yang sangat tidak riil dan tampaknya sangat susah untuk sekedar dibayangkan. “Mahluk apakah social capital itu?” Berwujud apakah dia sehingga banyak membuat orang terinspirasi oleh pentingnya kehadiran modal sosial sebagai pendukung pemberdayaan masyarakat, pendukung demokrasi termasuk sebagai salah satu pilar penting dalam pengembangan good governance yang dewasa ini banyak diperbincangkan masyarakat kita.
1. Hubungan sosial
Merupakan suatu bentuk komunikasi bersama lewat hidup berdampingan sebagai interaksi antar individu. Ini diperlukan sebab interaksi antar individu membuka kemungkinan campur tangan dan kepedulian individu terhadap individu yang lain. Bentuk ini mempunyai nilai positif karena masyarakat mempunyai keadilan sosial di lingkungannnya.
2. Adat dan nilai budaya lokal
Ada banyak adat dan kultur yang masih terpelihara erat dalam lingkungan kita, budaya tersebut kita akui tidak semua bersifat demokratis, ada juga budaya-budaya dalam masyarakat yang terkadang sangat feodal bahkan sangat tidak demokratis. Namun dalam perjalanan sejarah masyarakat kita, banyak sekali nilai dan budaya lokal yang bisa kita junjung tinggi sebagai suatu modal yang menjunjung tinggi kebersamaan, kerjasama dan hubungan sosial dalam masyarakat.
3. Toleransi
Toleransi atau menghargai pendapat orang lain merupakan salah satu kewajiban moral yang harus dilakukan oleh setiap orang ketika ia berada atau hidup bersama orang lain. Sikap ini juga yang pada akhirnya dijadikan sebagai salah satu prinsip demokrasi.  Toleransi bukan berati tidak boleh berbeda, toleransi juga bukan berarti diam tidak berpendapat. Namun toleransi bermakna sebagai penghargaan terhadap orang lain, memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berbicara serta menyadari bahwa pada dasarnya setiap orang mempunyai kepentingan yang berbeda.
4. Kesediaan untuk mendengar
Dalam belajar berdemokrasi kita sangat tidak asing dengan upaya seperti menghormati pendapat orang lain, toleransi dan lain-lain. Namun ada satu hal yang hampir terlupakan yaitu tentang “kesediaan mendengar pendapat orang lain”. Begitu juga dalam bernegara, kearifan mendengar suara rakyat merupakan salah satu bentuk toleransi dan penghargaan negara terhadap masyarakat. Apa yang berkembang di dalam masyarakat sebagai suara rakyat haruslah ditampung, disimak dan dipahami untuk mengkaji ulang kebijakan–kebijakannya. Kekuasaan yang tidak mampu lagi mendengar suara anggotanya adalah kekuasaan yang tidak lagi inspiratif, dan tidak menjalankan kedaulatan rakyat. Kekuasaan seperti ini haruslah direformasi.
5. Kejujuran
Merupakan salah satu hal pokok dari suatu keterbukaan atau transparansi.  Dalam masyarakat kita hal ini sudah ada, dan ini sangat mendukung perkembangan masyarakat ke arah yang lebih demokratis karena sistem sosial seperti ini akan mensuramkan titik-titik korupsi dan manipulasi di kalangan masyarakat adat sendiri.
6. Kearifan lokal dan pengetahuan lokal
Merupakan pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat sebagai pendukung nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Penghargaan terhadap nilai lokal ini memunculkan kebersamaan antar anggota masyarakat yang akan diturunkan kepada generasi berikutnya.
7. Jaringan Sosial dan Kepemimpinan Sosial
Jaringan sosial terbentuk berdasarkan kepentingan atau ketertarikan individu secara prinsip atau pemikiran. Sementara itu kepemimpinan sosial terbentuk dari kesamaan visi, hubungan personal atau keagamaan. Seluruh kepemimpinan sosial muncul dari proses demokrasi. Dalam demokrasi yang dominan adalah adu konsep rasional dan gagasan terhadap suatu kemajuan.
8. Kepercayaan
Merupakan hubungan sosial yang dibangun atas dasar rasa percaya dan rasa memiliki bersama
9.Kebersamaan dan Kesetiaan
Perasaan ikut memiliki dan perasaan menjadi bagian dari sebuah komunitas.
10. Tanggung jawab sosial
Merupakan rasa empati masyarakat terhadap perkembangan lingkungan masyarakat dan berusaha untuk selalu meningkatkan ke arah kemajuan.
11. Partisipasi masyarakat
Kesadaran dalam diri seseorang untuk ikut terlibat dalam berbagai hal yang berkaitan dengan diri dan lingkungannya.
12. Kemandirian
Keikutsertaan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan yang ada dalam masyarakat dan keterlibatan mereka dalam institusi yang ada dilingkungannya sebagai rasa empati dan rasa kebersamaan yang mereka miliki bersama.

2.6. Tujuan Utama Dari Penguatan Modal Sosial

1.Penguatan otonomi, modal sosial menjadi kekuatan bagi masyarakat supaya tidak tergantung dan dapat mengelola kepentingannya sendiri.
2.Penguatan dalam hal kerjasama, modal sosial membantu masyarakat mampu mengelola resiko sosial. Karena setiap orang adalah rentan terhadap resiko, modal sosial dapat meningkatkan kapasitas masyarakat untuk mencegah atau merespon goncangan.
3.Menemukan identitas asli dari masyarakat adat sendiri, dengan segala kekurangannya modal sosial dapat membangun kesadaran kelompok sehingga orang merasa menjadi bagian dari masyarakatnya
4Toleransi, modal sosial tidak akan membuat masyarakat kaku dalam menghadapi dinamika, bahkan menjadikannya semakin lentur. Modal sosial akan mengisi dan memberi arah dinamika, modal sosial juga akan diperkaya oleh dinamika jaman.
5.Menguatkan jaringan sosial, dengan modal sosial elemen-elemen masyarakat saling membantu dan mengelola resiko, yang didasarkan pada hubungan sosial informal, dan yang lain didasarkan pada organisasi formal ditingkat masyarakat maupun negara.
6.Membangun ketrampilan berdemokrasi, dari aspek politis, modal sosial bermanfaat untuk membangun dan mengembangkan budaya demokratis, karena dalam proses pembangunan berprinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam konteks yang demikian egaliter, maka diharapkan tidak ada kelompok yang mendominasi, baik dalam perencanaan, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan.
7.Self Governing Community, Pengelolaan/Pemerintahan yang diatur dan disepakati oleh komunitas adat sendiri, dengan memanfaatkan nilai-nilai lokal yang ada di dalamnya.
8.Menerima pluralisme, modal sosial dapat menjadi lem perekat masyarakat yang dimaknai sebagai koherensi internal sosial-budaya dalam masyarakat.

2.7. Fungsi Dan Peran Modal Sosial
Dari uraian di atas dapat disebutkan beberapa fungsi dan peran modal sosial sebagai berikut;

1.                Membentuk solidaritas sosial masyarakat dengan pilar kesukarelaan.

2.                Membangun partisipasi masyarakat .
3.                Penyeimbang hubungan sosial dalam masyarakat .
4.                Sebagai Pilar demokrasi.
5.                Agar masyarakat mempunyai bargaining position (posisi tawar) dengan pemerintah.

6.                Membangkitkan keswadayaan dan keswasembadaan ekonomi.

7.                Sebagai bagian dari mekanisme manajemen konflik.
8.                Menyelesaikan konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat.
9.                Memelihara dan membangun integrasi sosial dalam masyarakat yang rawan konflik.
10.            Memulihkan masyarakat akibat konflik, yaitu guna menciptakan dan memfasilitasi proses rekonsiliasi dalam masyarakat pasca konflik.
11.            Mencegah disintegrasi sosial yang mungkin lahir karena potensi konflik sosial tidak dikelola secara optimal sehingga meletus menjadi konflik kekerasan.Modal sosial yang berasal dari hubungan antar individu dan kelompok bisa menghasilkan trust, norma pertukaran, serta civicengagement sehingga dapat berfungsi menjadi perekat sosial yang mampu mencegah konflik kekerasan.

2.8.IMPLIKASI MODAL SOSIAL TERHADAP KEBIJAKAN
                Modal sosial secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi dan saling mendukung antara masyarakat dengan pengambil kebijakan ada tiga level:
1.Individu
 Pada tingkat ini modal sosial memberikan dukungan sebagai:
1.                Alat pendekatan antara pengambil kebijakan dengan masyarakat
2.                Aspirasi masyarakat
3.                Dukungan dan pendampingan
2.Komunitas
1.                Promosi pengembangan institusi lokal yang ada di daerah
2.                Jaringan kerjasama antar komunitas
3.                Pengembangan informasi bersama komunitas
3.Nasional
1.                Wujud pengembangan kebijakan yang partisipastif
2.                Pengembangan jaringan pelayanan masyarakat, dll.

BAB III

KESIMPULAN

                Seperti yang telah diungkapkan  bahwa dalam realitas modal sosial merupakan spirit atau kekuatan terwujudnya demokrasi itu sendiri. Untuk itu puing-puing retak ini sudah selayaknya kita kaji, dan bangun kembali. Upaya membangun modal sosial ini dapat dimulai dari masyarakat sipil, dimana kelompok sukarelawan, gerakan dan warganegara mencoba mengartikulasikan nilai-nilai solidaritas serta berani memperjuangkan kepentingannya. Langkah untuk mewujudkan optimisme di atas setidaknya ada 4 hal yang dapat kita lakukan.
          Pertama, Meletakkan masyarakat sebagai motor pembangunan dengan modal yang mereka miliki (kepercayaan, kebersamaan, kepemimpinan, jaringan sosial, dll). Tujuannya adalah untuk membuka partisipasi dan keiikutsertaan masyarakat  secara langsung dalam pembagunan.
          Kedua, Penggalian kembali potensi dan sumber daya yang ada di desa, baik yang belum maksimal maupun potensi yang belum tergali sama sekali. Penggalian ini meliputi 2 hal yaitu SDA dan SDM.
          Ketiga, melibatkan masyarakat secara langsung dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terhadap pembanguan yang ada di sekitar mereka. Ini sangat diperlukan karena masyarakat sebagai sumber informasi sekaligus pelaksana pembangunan itu sendiri.
          Keempat, adanya interaksi sosial yang membawa mekanisme ekonomi pembangunan dalam masyarakat. Karena itu tidaklah mengherankan jika modal sosial seringkali diidentikkan dengan pembangunan ekonomi. Walaupun sebenarnya pembangunan ekonomi hanya salah satu bagian dari modal sosial.
          Kelima, menghidupkan dan membangun kembali hubungan sosial di desa. Dengan kembalinya hubungan sosial yang ada di desa akan membawa dampak vertikal bagi anggotanya, yaitu hubungan yang bersifat hierarki dan kekuasaan yang mutlak bagi anggota. Michael Colleman menyepakati hal ini sebagai salah satu dampak positif dari pemberdayaan masyarakat. Dampak negatifnya adalah lemahnya struktur organisasi yang ada didalamnya. Sehingga permasalahannya adalah bagaimana membuat  masyarakat menjadi berdaya?
          Keenam, membangun jaringan bersama antara masyarakat sebagai tempat berdiskusi, tukar pengalaman dan pengetahuan. Ini dapat dilakukan pada tingkat lokal, nasional maupun internasional.
                Antisipasi ke depan, atau dengan kata lain untuk mengatasi masalah ketidakberdayaan masyarakat ditawarkan pendekatan melalui struktur atau lembaga mediasi. Tujuannya adalah agar tercipta kembali demokrasi sosial di desa. Pendekatan ini tampaknya lebih memadai ketimbang harus memulainya di tingkat elite, karena institusi lokal semacam ini lebih dikenal dan lebih memasyarakat serta dapat diterima oleh semua lapisan. Dan yang terpenting posisi memulai di tingkat lokal adalah masyarakatnya yang belum terkontaminasi lebih jauh oleh kepentingan elite. Sedangkan jika harus memulai di tingkat elite akan membutuhkan waktu yang panjang untuk membuat masyarakat kembali percaya.
Jika ditinjau secara administratif, pembangunan wacana demokrasi melalui revitalisasi modal sosial yang dimulai di tingkat desa karena beberapa alasan;
·          Pertama, desa sebagai asosiasi institusi lokal yang paling banyak ditemukan, seperti arisan, kelompok Shalawatan, Diba, lumbung paceklik desa, selapanan dan lain-lain.
·          Kedua, lingkup desa yang tidak begitu luas, memudahkan untuk mengontrol jaringan yang dibangun pada level dibawahnya, seperti RW, RT, dan dusun.
·          Ketiga, memfungsikan komunitas lokal, BPD ataupun lembaga lain yang berfungsi sebagai tempat artikulasi kepentingan massa.  Diharapkan nantinya kesepakatan-kesepakatan yang disepakati oleh institusi lokal dapat langsung ditampung melalui lembaga-lembaga sosial ataupun BPD dan dikomunikasikan dengan pembuat kebijakan. Dengan demikian identitas personal desa dapat kembali teraktualisasi dan  dapat dicapai kesepakatan yang berimbang dengan membawa kepentingan masyarakat.
·          Keempat, desa sebagai basis intermediary (penghubung antara masyarakat dengan pemerintah) untuk mengembangkan potensi lokal serta mempengaruhi pembuat kebijakan diatasnya.
Untuk terwujudnya idealisme di atas tentunya sangat diperlukan kearifan dari pemerintah. Kearifan ini dapat terwujud dengan keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan rakyat, dan pembenahan untuk merevitalisasi kembali modal sosial dengan dukungan pemerintah.  

DAFTAR PUSTAKA

Fisipol UGM, 2001. Merajut Modal Sosial Untuk Perdamaian dan Integrasi Sosial.
Fisipol UGM. 2001. Penyusunan Konsep Perumusan Pengembangan Kebijakan Pelestarian Nilai-Nilai Kemasyarakatan (Social Capital) Untuk Integrasi Sosial.
Hudayana, Bambang, Laporan Need Assesment Pemberdayaan Masyarakat Adat di Indonesia, IRE Yogyakarta, 2002.
Wilk, Richard. 1996. Economies and Cultures. Colorado: Westview Press.

Hubungan Pendidikan Dengan Ekonomi


HUBUNGAN PENDIDIKAN DENGAN EKONOMI

Pendidikan merupakan bagian terpenting dari proses pembangunan nasional, selain itu pendidikan  juga merupakan penentu ekonomi dari suatu Negara. para ekonom juga sependapat bahwa sumber daya manusia (human resources) dari suatu bangsa  bukan berbentuk modal fisik ataupun berbentuk material, melainkan merupakan faktor yang akan menentukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial dan ekonomi suatu bangsa. Factor social ekonomi merupakan factor yang sangat mempengaruhi keputusan rumaha tangga dalam melakukan investasi pendidikan anak..
Tidak mengherankan beberapa negara di dunia dengan cepat menanggapi tentang pentingnya investasi manusia sebagai prioritas utama investasi non fisik. Menurut ekonom klasik seperti Theodore Schultz, Harvey leiben stein dan Garry S Backer yang mengembangkan analisis mereka, menganggap pendidikan sebagai bagian dari investasi yang akan memberikan keuntungan (return) di masa yang akan datang.
Di negara-negara sedang berkembang umumnya menunjukkan nilai balik terhadap investasi pendidikan relatif lebih tinggi dari pada investasi modal fisik. Sementara itu di negara-negara maju nilai balik investasi pendidikan lebih rendah dibanding investasi modal fisik. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga tinggi.
Sumber daya manusia yang berpendidikan akan menjadi modal utama pembangunan nasional, terutama untuk perkembangan ekonomi. Semakin banyak orang yang berpendidikan maka semakin mudah bagi suatu negara untuk membangun bangsanya. Hal ini dikarenakan telah dikuasainya keterampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi oleh sumber daya manusianya sehingga pemerintah lebih mudah dalam menggerakkan pembangunan nasional.
Pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi. Pada praksis manajemen pendidikan modern, salah satu dari lima fungsi pendidikan adalah fungsi teknis-ekonomis baik pada tataran individual hingga tataran global. Fungsi teknis-ekonomis merujuk pada kontribusi pendidikan untuk perkembangan ekonomi. Misalnya pendidikan dapat membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup dan berkompetisi dalam ekonomi yang kompetitif.
Secara umum terbukti bahwa semakin berpendidikan seseorang maka tingkat pendapatannya semakin baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang berpendidikan lebih produktif bila dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan. Produktivitas seseorang tersebut dikarenakan dimilikinya keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan. Oleh karena itu salah satu tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup.
Para penganut teori human capital berpendapat bahwa pendidikan adalah sebagai investasi sumber daya manusia yang memberi manfaat moneter ataupun non-moneter. Manfaat non-meneter dari pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun dan manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan. Manfaat moneter adalah manfaat ekonomis yaitu berupa tambahan pendapatan seseorang yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dibandingkan dengan pendapatan lulusan pendidikan dibawahnya.
Sumber daya manusia yang berpendidikan akan menjadi modal utama pembangunan nasional, terutama untuk perkembangan ekonomi. Semakin banyak orang yang berpendidikan maka semakin mudah bagi suatu negara untuk membangun bangsanya. Hal ini dikarenakan telah dikuasainya keterampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi oleh sumber daya manusianya sehingga pemerintah lebih mudah dalam menggerakkan pembangunan nasional.
Investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih tinggi dari pada investasi fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia kerja.
Ikutnya dana publik (social cost) ke dalam pembiayaan pendidikan menjadikan keuntungan sosial (social benefit) layak dipertimbangkan sebagai tolok ukur efektivitas investasi modal manusia. Dengan kata lain, subsidi pendidikan kepada seorang siswa (mahasiswa) semestinya bernilai secara efektif untuk masyarakat. Selain manfaat sosial, pendidikan juga memberi manfaat individu (private benefit) melalui pendapatan atau akses kepada pekerjaan yang layak. Dalam ekonomi pendidikan, kedua manfaat itu selalu dijadikan tolok ukur tentang pengaruh pendidikan terhadap nilai ekonomis, termasuk pembangunan ekonomi.
Di antara sekian banyak agenda pembangunan bangsa, pendidikan merupakan salah satu agenda penting dan strategis yang menuntut perhatian sungguh-sungguh dari semua pihak. Sebab, pendidikan adalah faktor penentu kemajuan bangsa di masa depan. Jika kita, sebagai bangsa, berhasil membangun dasar-dasar pendidikan nasional dengan baik, maka diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan di bidang-bidang yang lain. Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi modal manusia (human investment), yang akan menentukan kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa.
Dalam teori pembangunan konvensional, masalah SDM belum mendapat perhatian secara proporsional. Teori ini masih meyakini bahwa sumber pertumbuhan ekonomi itu terletak pada konsentrasi modal fisik (physical capital) yang diinvestasikan dalam suatu proses produksi seperti pabrik dan alat-alat produksi. Modal fisik termasuk pula pembangunan infrastruktur seperti transportasi, komunikasi, dan irigasi untuk mempermudah proses transaksi ekonomi. Namun, belakangan terjadi pergeseran teori pembangunan, bahwa yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi justru faktor modal manusia (human capital) yang bertumpu pada pendidikan. Pendidikan mempunyai nilai ekonomi yang demikian tinggi.
Pergeseran teori ini terjadi bersamaan dengan pergeseran paradigma pembangunan, yang semula bertumpu pada kekuatan sumber daya alam (natural resource based), kemudian berubah menjadi bertumpu pada kekuatan sumber daya manusia (human resource based) atau lazim pula disebut knowledge based economy. Pergeseran paradigma ini makin menegaskan, betapa aspek SDM bernilai sangat strategis dalam pembangunan.
Dalam teori pembangunan kontemporer dikemukakan, bahwa pendidikan mempunyai keterkaitan yang amat erat dengan pembangunan ekonomi; ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Karena itu, investasi di bidang pembangunan SDM bernilai sangat strategis dalam jangka panjang, sebab ia memberikan kontribusi yang amat besar terhadap kemajuan pembangunan, termasuk untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Penegasan tentang pendidikan dapat memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi itu berdasarkan asumsi, bahwa pendidikan akan melahirkan tenaga kerja yang produktif, karena memiliki kompetensi, pengetahuan, dan keterampilan yang memadai. Tenaga kerja terdidik dengan kualitas yang memadai merupakan faktor determinan bagi peningkatan kapasitas produksi, sehingga memberikan stimulasi bagi pertumbuhan ekonomi. Jadi nilai ekonomi pendidikan itu terletak pada sumbangannya dalam menyediakan atau memasok tenaga-tenaga kerja terdidik, terampil, berpengetahuan, dan berkompetensi tinggi sehingga lebih produktif. Lebih dari itu, pendidikan dapat mengembangkan visi dan wawasan tentang kehidupan yang maju di masa depan, serta menanamkan sikap mental dan etos kerja tinggi. Kedua hal tersebut, secara psikologis, akan melahirkan energi yang dapat mendorong dan menggerakkan kerja-kerja produktif untuk mencapai kemajuan di masa depan.
Tenaga kerja terdidik akan berpengaruh lebih signifikan lagi bila disertai penguasaan teknologi, untuk mencapai apa yang disebut dengan keunggulan kompetitif (competitive advantage). Penguasaan teknologi ini sangat penting, karena bisa mendorong peningkatan produktivitas dan efisiensi. Penguasaan teknologi itu dimungkinkan bilamana persyaratan modal manusia yang andal telah dipenuhi. Jadi, antara modal manusia dengan teknologi harus ada persenyawaan, agar menciptakan kekuatan sinergis sehingga bisa mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi.
Teknologi memainkan peranan sangat penting dan determinan. Faktor teknologi menjadi sesuatu yang bersifat imperatif. Sebab, selain perdagangan, teknologi merupakan kekuatan utama yang menggerakkan globalisasi ekonomi. Jika suatu negara berhasil menguasai teknologi dengan baik, maka negara tersebut berkemungkinan besar untuk bisa mengalami lompatan ekonomi yang dahsyat. Dalam hal ini, teknologi menjadi instrumen bagi berlangsungnya proses transformasi struktural di bidang ekonomi. Perubahan lingkungan strategis akibat adanya globalisasi, makin mendorong proses transformasi ekonomi secara amat mendasar, yang bertumpu pada tiga kekuatan utama: industri, perdagangan, dan jasa.
Jelaslah bahwa investasi dalam bidang pendidikan tidak semata-mata untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi tetapi lebih luas lagi yaitu perkembangan ekonomi.