Oleh : Yopi Eka Anroni,SE
(Mahasiswa Pascasarjana Universitas Trisakti)
Keuangan negara saat ini belum dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pengabaian terhadap ketaatan pada aturan tersebut berakibat dengan mudahnya dapat dijumpai penyimpangan hingga berpotensi merugikan keuangan negara karena terjadi kebocoran.
Sejumlah aturan
tentang pengelolaan keuangan negara sebenarnya sudah sangat memadai,
seperti : Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, PP No.
58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, serta Permendagri No.
59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Lainnya.
Laporan hasil
pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tahun anggaran 2011, yang
dilaporkan ke DPR beberapa waktu lalu terdapat kasus senilai Rp 11,83
triliun merupakan temuan kerugian, potensi kerugian dan kekurangan
penerimaan.
Menurut pandangan saya ada tiga hal yang menyebabkan
laporan keuangan daerah atau pemerintah masih jauh dari harapan.
Pertama, kapasitas
pengelola keuangan daerah memang tidak memadai. Artinya, sumber daya
yang menangani keuangan di daerah itu kualitasnya masih rendah. Bisa
karena orang baru atau tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan
atau keahliannya.
Kedua, adanya
kebocoran yang dilakukan oleh atasan atau pemangku jabatan. Karena
kebocoran tersebut, lalu kesulitan untuk mempertanggungjawabkan. Adanya
problem yang tidak bisa dilaporkan, karena penggunaan keuangan oleh
pimpinan mereka. Kondisi itu menyebabkan laporan keuangan menjadi tidak
benar.
Ketiga, kesulitan
dalam menyampaikan laporan keuangan daerah atau pemerintah. Kondisi yang
penyebab pelaporan keuangan belum banyak yang akuntabel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar