Laman

Sabtu, 28 Juli 2012

Momentum Restorasi

Restorasi dalam kamus besar Bahasa Indonesia dapat dapat dimaknai Sebagai :
Pertama, pengembalian atau pemilihan kepada keadaan semua; dan kedua, gerbong kereta api yang dijadikan restoran. Kedua makna ini relevan dalam perspektif pencarian jati diri manusia di bulan Ramadhan, mengapa?
karena dalam bulan Ramadhan diwajibkan berpuasa. Gunanya antara lain sebagai sarana menyucikan diri. Secara fisik, puasa ibarat turun mesin. Pencernaan yang bekerja sepanjang tahun, dengan puasa ia menjadi istirahat sejenak.

Secara spiritual, puasa menjadi sarana penyucian karena dalam puasa tak hanya makan, minum, dan hubungan badan yang dihindari, tapi juga semua perkataan dan perbuatan tercela.

Tak hanya itu, dalam momentum puasa juga ada kewajiban membayar zakat, yang secara harfiah bermakna penyucian. Sebagian kecil harta yang kita miliki harus diberikan kepada fakir miskin. Gunanya agar harta yang kita miliki menjadi bersih karena siapa tahu dalam proses kepemilikannya ada bagian yang diperoleh secara tidak sah. Tapi perlu dicatat, zakat bukanlah semacam money loundering bagi harta yang diperoleh secara tidak sah. Harta hasil korupsi misalnya, tetap saja haram walaupun sudah dikeluarkan zakatnya.

Karena dalam puasa ada proses penyucian jiwa, raga, juga harta maka bagi yang telah sukses melalui semua proses itu, ia berhak untuk (berharap) kembali pada fitrah yang secara harfiyah menurut bahasa Arab berarti idul fitri. Manusia yang dalam perjalanan panjangnya (mungkin) banyak berbuat dosa, jika ia berpuasa dengan kesungguhan dan ketulusan maka ia menjadi suci kembali bagaimana bayi yang baru lahir. Idul Fitri, dengan demikian, bisa juga bermakna restorasi yang bermakna proses pengembalian diri pada kondisi semula.

Kedua, apa relevansi Ramadhan dengan restorasi yang bermakna gerbong kereta api restoran? Karena Ramadhan meskipun secara fisik berpuasa (tidak makan dan minum), secara rohani sebenarnya justru menjadi “restoran” untuk menyantap segala macam gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi dahaga spiritual.

Dalam pengembaraan selama sebelas bulan lamanya, manusia akan melewati segala macam tantangan dan godaan. Apakah semua manusia akan selamat dari tantangan dan godaan itu? Jawabannya pasti tidak. Selalu ada manusia yang terjerumus, menjadi lapar serta haus secara spiritual. Pada manusia seperti ini, puasa akan menjadi oase, atau menjadi “restoran” yang tempat bersantap ruhani. Puasa satu bulan lamanya diyakini akan menghapus dosa-dosa yang  sudah dilakukan sebelumnya.

Cuma perlu dicatat, puasa yang mampu menghapus dosa-dosa masa lalu adalah yang memenuhi dua syarat: pertama, dengan keimanan. Yakni dengan keyakinan penuh bahwa kita benar-benar berpuasa karena menjalankan perintah-Nya. Karena kepatuhan kepada Yang Maha Memiliki bahwa kita berasal dari-Nya dan akan kembali pada-Nya.

Puasa merupakan proses kembali, tapi bukan kembali seperti anak durhaka yang pulang ke rumah orang tua yang telah disia-siakan, melainkan kembali dengan baik karena selama merantau benar-benar menjalankan titah-titah-Nya. Puasa adalah proses pengembalian ruhani pada (sifat-sifat) Tuhan karena puasa merupakan satu-satunya ibadah yang diakui milik-Nya dan hanya Dia yang berhak memberi imbalan .

Syarat yang kedua, dilakukan dengan otokritik dan mengaca diri (muhasabah). Jika puasa diyakini sebagai ibadah milik Tuhan maka sebelum menjalankannya harus ada proses kalkulasi apakah dosa-dosa yang telah kita perbuat lebih sedikit, berimbang, ataukah lebih banyak dari kebaikan-kebaikan yang kita lakukan. Jika kebaikannya lebih sedikit maka bersegeralah memohon ampunan dan berbuat baiklah sebanyak-banyaknya sehingga kebaikan bisa mengungguli dosa-dosa.

Hanya dengan dua syarat inilah, puasa kita akan benar-benar menjadi momentum restorasi. Momentum untuk mengembalikan kita pada kondisi asal mula kejadian  yang benar-benar suci dan bersih. Momentum untuk memberikan gizi profetik pada jiwa yang kusam karena terlampau lama tertimbun debu sepanjang perjalanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar